Minggu, 02 September 2012

PRINSIP DAN DASAR KEORGANISASIAN IMTI _ FT UMB






BASIC VALUE IMTI UMB




 IKATAN MAHASIWA TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2012



2.1    Falsafah Kehidupan


Manusia adalah makhluk yang diciptakan berada pada taraf yang paling tinggi dalam jenjang kemakhlukan, ia dapat mengembangkan dirinya jauh lebih hebat dari pada binatang yang hanya mempunyai perasaan dan bukan akal. Kualitas akal dan pengetahuan manusia merupakan unsur pembeda antara manusia dengan makhluk lain, yang menyebabkan manusia mempunyai hak untuk mendapatkan penghormatan dari makhluk lain.

Kedudukan khusus ini karena ia mampu mengembangkan potensinya menjadi aktual. Potensi manusia dikembangkan dengan kemampuan inderawi, naluri, imajinasi, hati nurani, dan fikiran rasional yang dalam konsepnya harus dibedakan dengan akal. Akal lebih merupakan pengertian yang mencakup keseluruhan kemampuan manusia menangkap dimensi kebenaran. Akal menggabungkan fungsi fikiran rasional dengan hati nurani, bahkan imajinasi, sehingga mengatasi indera dan naluri. Ketiganya berhubungan secara organis dan fungsional.

Namun manusia dilahirkan ke dunia dengan keadaan lemah, tergantung pada pertolongan manusia lain yang lebih kuat, dan tidak memiliki sarana lengkap untuk menghadapi dan juga, menyelesaikan masalah-masalah hidupnya. Nalurinya semata-mata tidak cukup untuk menunjang hidup secara wajar. Ketidakberdayaan dan “ketidaksempurnaan” nya membuat manusia, sadar atau tidak, mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang makna keberadaan diri, keberadaan sesama serta yang berkaitan dengan makna dan tujuan hidupnya. Pada tahap ini menunjukkan bahwa ada masalah hakiki yang dihadapi manusia, yakni keterjarakan dirinya dengan misteri kehidupannya. Ada jarak yang harus ditempuh dalam perjalanan hidup manusia untuk memahami secara benar tentang konsep manusia itu sendiri.

Kemudian pertanyaan-pertanyaan hakiki tersebut berusaha untuk dicarikan jawabannya dengan serangkaian pengetahuan positif dan renungan, yang berasal dari pengalaman empiriknya. Kesemuanya itu akan bermuara pada keyakinan puncak atas sistem nilai dan norma kebenarannya, yang akan dapat mempengaruhi keputusan tindakan konkret manusia.

Manusia selalu cenderung merasa tidak maha sempurna sehingga mengarahkan dirinya pada realitas Yang Maha Sempurna, ia membutuhkan pertolongan, bimbingan dan perlindungan dari sesuatu yang diyakini sebagai Yang Maha Kuasa. Ia menumpukan pengetahuannya pada prinsip-prinsip niscaya rasional (teologis). Prinsip ini bisa membuktikan tentang suatu realitas secara objektif, meskipun tidak terlihat tetapi nilai-nilainya ada dan kehadirannya dapat dirasakan. Pada puncaknya sampai kepada keberadaan realitas tertinggi yang mengatasi hidup manusia, yang pantas disembah dan dipuja manusia.

Karena manusia adalah material, yang realis, bukan idealis maka realitas tertinggi ini adalah nyata dan objektif. Pendekatan ke arah pengetahuan akan adanya realitas tertinggi ini dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan berdasarkan prinsip-prinsip niscaya rasional tadi, baik yang bersifat intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain, keterbatasan indera dan akal manusia (relativis) bukan merupakan alasan meragukan keberadaan realitas tertinggi ini.

Karena itu, suatu bentuk keyakinan merupakan kebutuhan alamiah manusia sebagai pembimbing dan pengarah manusia agar mendapatkan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan hakiki manusia. Keyakinan akan melahirkan sistem nilai untuk menopang hidup dan budayanya, menjadi pendorong sekaligus pengendali bagi tindakan-tindakan manusia dan komunitasnya. Sikap tanpa keyakinan, tanpa percaya atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi.

Disebabkan keyakinan menjadi dasar dari setiap gerak dan aktifitas hidup, keyakinan hidup harus bersumber pada kebenaran agar tindakan manusia tidak merusak sistem kehidupan. Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala kenyataan. Kebenaran yang dimiliki oleh setiap mahluk hidup adalah relatif. Hanya sesuatu yang diyakini sebagai Yang Maha Benar yang memiliki kebenaran mutlak, yaitu realitas tertinggi Yang Maha Sempurna dan Maha Kuasa agar dapat menolong, membimbing dan melindungi manusia pada jalan yang lurus. Berdasarkan persepsi dan alam pikiran manusia, realitas tertinggi Yang Maha Sempurna, Yang Maha Kuasa, dan Yang Maha Benar tersebut dirumus-kan sebagai Tuhan. Selain persepsi dan alam pikiran manusia dapat menjadi alat mendekati kebenaran mutlak, Tuhan juga menyatakan diriNya kepada manusia melalui firman dan ayat-ayat-Nya.

Tuhan itu ada, dan ada secara mutlak hanyalah Tuhan. Prinsip-prinsip niscaya rasional yang dimiliki manusia bisa membuktikan keberadaan Tuhan secara objektif. Karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat menjangkau sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan yang sebenarnya. Namun Tuhan dengan sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang-Nya menurunkan sesuatu yang lain yang lebih tinggi namun tidak bertentangan dengan insting dan indera, yaitu “wahyu” melalui manusia tertentu yang memenuhi syarat dan dipilih oleh Tuhan sendiri yaitu para Nabi dan Rosul atau utusan Tuhan dengan maksud membimbing dan mengarahkan manusia untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan hakiki manusia. Oleh karena itu wahyu Tuhan yang tertuang dalam kitab suci dan petunjuk guru/Nabi Tuhan (sebagai saksi pewahyuan dari pihak manusia) merupakan sumber ilmu yang bertanggungjawab untuk memahami Ketuhanan dan ajaran-ajaran-Nya.

Dalam kenyataan kita temui bentuk-bentuk keyakinan yang beraneka ragam di kalangan masyarakat. Karena bentuk-bentuk keyakinan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu ada dua kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yang benar. Disamping itu masing-masing bentuk keyakinan mungkin mengandung unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur baur. Disini fungsi kitab suci bukan menjadi alat untuk menyatakan klaim kebenaran suatu keyakinan (korban pelarian) karena klaim kebenaran tersebut juga terdapat dalam kitab suci lain. Ketika banyak truth claim yang dimunculkan, kebenaran suatu keyakinan akhirnya menjadi relatif. Maka diperlukan media lain yang sifatnya lebih universal dan netral, yang harus kita gunakan lebih dulu, yaitu dalil aqliyah (akal). Dalil kitab suci hanyalah sebagai penguat saja atas keimanan kita setelah memahami dalil-dalil aqliyah, bukanlah mengulang-ulang pernyataan bahwa akal itu terbatas.

Manusia bisa bebas dan merdeka jika dia meninggalkan segala bentuk keyakinan yang dipertuhan-kan dan memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Tunduk pada ukuran kebenaran dalam menetapkan dan memilih nilai-nilai, itu berarti tunduk pada Tuhan. Dialah Tuhan yang tiada tuhan selain Dia, pencipta segala sesuatu yang ada termasuk manusia.

Kesaksian manusia kepada Tuhan bukan merupakan kebutuhan Tuhan atasnya, melainkan konsekuensi atas penciptaan dirinya sendiri. Manusia dengan segala kelebihannya adalah puncak ciptaan Tuhan, manusia merupakan mahluk yang tertinggi dan merupakan wakil Tuhan di muka bumi (khalifatullah fil ardhi). Sesuatu yang membuat manusia menjadi manusia adalah ketika manusia kembali kepada fitrahnya.

Fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia yaitu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya dari mahluk-mahluk yang lain. Fitrah manusia lahir didunia adalah dalam keadaan suci

Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi manusia sejati. Karena hati nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran.

Karena fitrahnya membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada kebenaran (hanief) maka hakikat tujuan hidup manusia yang sesungguhnya adalah kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu Tuhan. Pendekatan kearah ke arah pengetahuan kebenaran yang mutlak hanya bisa ditempuh jika manusia mempunyai ilmu, oleh sebab itu Tuhan menganugerahi manusia dengan akal yang membedakan manusia dengan mahluk lain. Karena hanya dengan akal manusia memperoleh ilmu dan dengan ilmu manusia bisa menempuh tujuan hidupnya tersebut.

Disisi lain sebagai konsekuensi khalifatullah fil ardhi; manusia ditumbuhkan dari bumi dan diserahi untuk memakmurkannya, maka ilmu harus digunakan manusia mengelola dan memanfaatkan bumi sebagai kebutuhan dan tanggungjawab manusia tanpa merusak dan mengeksploitasinya guna memenuhi kebutuhan dan untuk mencapai tujuan hidupnya.

Penggunaan ilmu untuk tugas-tugas peradaban dan agama tersebut menjadikan ilmu sebagai satu kesatuan pengetahuan tentang Tuhan, alam dan manusia. Sehingga melahirkan spektrum ilmu yang sangat utuh yaitu theology, kealaman, dan sosial, yang pada gilirannya melahirkan cabang-cabang ilmu pengetahuan lainnya yang digunakan sesuai keahlian individu manusia untuk menjalankan hidupnya dan tujuan hidupnya.

Jadi manusia lahir dibumi berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan, namun disisi lain ada tanggungjawab sekaligus kebutuhan manusia bertahan hidup di muka bumi demi kembali kepada-Nya serta mendapat ridlo-Nya. Proses kembalinya manusia kepada Tuhan harus mendapat ridlo-Nya, hal ini dapat dilakukan dengan menjalankan segala perintah-Nya baik yang bersifat vertikal (ibadah/mengabdi kepada Tuhan) maupun yang bersifat horisontal (ibadah/mengabdi kepada sesama manusia). Hal ini memungkinkan manusia melakukannya karena manusia mempunyai akal, namun tak jarang manusia menemui kesesatan karena keterbatasan akalnya dan atau hawa nafsu yang berlebihan. Oleh karena itu manusia harus menemukan hukum-hukum-Nya yang terdapat di alam semesta, dan mempelajarinya dengan akal budi. Dengan landasan iman yang kuat dan menyeluruh yang disertai dengan penguasaan ilmu, akhirnya manusia akan mencapai puncak perkembangan diri dan masyarakat. Dengan demikian, kesesatan manusia dalam mencari kebenaran akan berakhir apabila menempatkan cara berfikirnya dalam kerangka iman dan perspektif kitab suci serta petunjuk guru (nabi Tuhan).

Sesungguhnya ilmu dan agama bersumber dari Maha Pencipta, dengan demikian kedua hal tersebut akan saling melengkapi dan menyempurnakan, akan memberikan pemahaman dari rujukan yang utuh, menyeluruh dan terpadu, tidak akan saling bertentangan.

Kehadiran, hidup, dan tumbuhnya manusia di muka bumi adalah sebuah kenyataan atas kehendak Tuhan, manusia sebagai wakil Tuhan dimuka bumi hanya ditugasi sesuai kemampuannya yaitu beriman, berilmu dan beramal (kerja kemanusiaan) sehingga mendapat ridlo-Nya agar dapat kembali lagi dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan.

Manusia dengan segala potensi dan karunia yang dimilikinya, tetap mempunyai peran sentral atas semua tindakannya, selama itu berada dalam lingkup sistem alam yang berlaku universal (sunnatullah). Tuhan hanya memberikan jalan dan rambu-rambunya, manusia yang memilih. Manusia tidak dikenakan ganjaran atas semua efek yang dia terima karena perbuatan orang lain. Takdir = ikhtiar + sunnatullah.

Kualitas manusia ditentukan pada tingkat kesadaran tindakan. Manusia paling sempurna adalah dia yang mempunyai pengetahuan utuh tentang realitas tertinggi, bukan pada keterampilan (skill). Insan kamil ini tidak mesti tahu teknis bekerja, tapi dia tahu inti hakikat perbuatan manusia. Dia mustahil berbuat dosa dan lupa. Sebab dosa adalah terkalahkannya pengetahuan rasional oleh hawa nafsu, sedangkan lupa adalah lalai/masa bodoh akan pengetahuan yang telah diperolehnya.

Insan kamil adalah khalifah Tuhan tingkat unggul (par excellence) sebab semua nama Tuhan termanifestasi dalam dirinya. Sebagai makhluk sosial, dia akan mewartakan jalan pasti menuju Tuhan dan menerapkan keadilan di masyarakat. Keadilan sosial terjadi ketika sistem yang berlangsung adalah interaksi sesama makhluk Tuhan dengan amanah masing-masing sehingga tidak ada kelas yang dominan, melainkan sebatas 'pengurus'. Keadilan ekonomi terjadi ketika seluruh sistem kepemilikan pribadi dan distribusi kekayaan diarahkan pada kemaslahatan dan kesejahteraan kolektif.

Watak yang dihimpun dalam masyarakat tauhid adalah kesadaran tentang realitas yang bebas dari pencitraan budaya pop. Tindakan kritis yang berjalan adalah membangun peradaban dalam semangat kemanusiaan adiluhung, yang meletakkan hawa nafsu dalam skala wajar dan mendudukkan rasionalitas dalam tingkatan yang semestinya. Perlawanan terhadap setiap sistem yang zalim adalah keniscayaan eksistensial manusia karena jiwa manusia menghendaki kebebasan.

 



2.2   Kehidupan Kemahasiswaan




Kehidupan manusia tidak hanya dibangun oleh kehidupan fisik dan kehidupan spiritual, tapi juga kehidupan fikiran sebagai fitrah manusia yang memiliki akal.

Kehidupan fikiran manusia adalah hasil kerja organ tubuh yang bernama otak, syaraf, dan indera yang bersifat uraian (analisis) dan kesimpulan (sintesis) yang digunakan sebagai sarana dan prasarana memahami sumber dari segala sumber kreatifitas manusia.

Kehidupan pemikiran manusia dikembangkan secara sadar melalui proses pendidikan dan pengajaran di lembaga pendidikan secara formal maupun tidak formal, mulai dari sekolah dasar ke perguruan tinggi.

Dalam proses pengembangan kehidupan pemikiran, semua manusia tidak akan lepas dari pengaruh kondisi psikologis dan perkembangan otak yakni ada kondisi dimana manusia belum dewasa dan sudah dewasa (baligh). Dalam kondisi manusia belum dewasa proses pencarian kebenaran membutuhkan pembimbing dan sudah dewasa proses pencarian kebenaran cukup memerlukan petunjuk.

Ketika seseorang berada diperguruan tinggi dia telah melewati langkah-langkah kearah kedewasaan yaitu pasca adolesensi akhir (18-20thn) di tingkat kedewasaan penuh, ditandai dengan adanya hasrat memiliki wibawa/wewenang, dapat menerima dan turut menyumbang kepada unsur-unsur kebudayaan yang dianggapnya cocok baginya, melihat “arti dan makna” hidup dalam dimensi/tinjauan perspektif masa lampau/kini/mendatang.

Masa-masa menjadi mahasiswa merupakan masa paling produktif, strategis, dan sangat menentukan dalam pembentukan insan kamil. Darah muda yang mengalir dalam tubuh mahasiswa tercermin dalam sikap dan watak yang sedang mencari identitas. Karena ada persamaan objektif dalam komunitas mahasiswa, yaitu komunitas ilmiah, potensi intelektual yang tumbuh dalam diri mahasiswa menuntut adanya medium agar satu sama lain saling melengkapi guna tumbuhnya potensi tersebut. Disini keinsyafan akan persamaan kepentingan, nasib, dan tujuan belum tentu sama, yang terjadi adalah adanya suasana golongan (kolektivitet).

Kemudian kepolosan/keluguan yang dimiliki mahasiswa dipaksa menerima kenyataan akan diri dan lingkungannya dan menciptakan tuntutan bahwa idealisme mereka harus terus berkembang dan bertransformasi mengiringi semangat zamannya. Maka timbul kesadaran akan pentingnya hidup berkelompok. Pemenuhan kebutuhan bersama dan mengejar tujuan bersama menjadi faktor utama. Maka timbul kehendak bersama untuk mengadakan tata tertib untuk mengatur kelompok dan melaksanakan tujuan. Inilah proses terbentuknya suatu organisasi, oleh karena itu terdapat pengertian yang melekat (inherent) bahwa pendidikan politik merupakan bagian tak terpisahkan dalam dinamika organisasi.

Pilihan masuk/membentuk organisasi kemahasiswaan merupakan keputusan monumental dan sakral dalam perjalanan hidup seorang mahluk sosial berstatus mahasiswa. Keberadaan organisasi-organisasi kemahasiswaan, khususnya yang berada dalam kampus, sudah menjadi bagian mutlak dalam dinamika kemahasiswaan.

Dunia kemahasiswaan merupakan perkembangan dari seluruh komponen di dalamnya yang meliputi pemikiran, konsensus, platform, struktur, institusi, sehingga membentuk semesta tak terpisahkan. Semua unsur-unsur itu membentuk sebuah sistem masyarakat yang sering disebut dengan kemahasiswaan. Oleh sebab itu, mahasiswa memegang peran primer dan kemahasiswaan memegang peran sekunder yang membentuk dunia kemahasiswaan. Definisi ini didasari oleh argumen bahwa mahasiswalah yang membentuk kemahasiswaan, bukan sebaliknya. Selain itu, objek mahasiswa adalah realitas yang bersifat fisik sedangkan kemahasiswaan bukan realitas yang bersifat fisik.

Jika banyak kenyataan organisasi kemahasiswaan telah menjangkau wilayah-wilayah sosial, budaya, dan politik maka harus dipahami sebagai aksi intelektual organisasi kemahasiswaan. Hal ini merupakan konsekuensi logis dan sah dalam kehidupan sosial (bermasyarakat dan bernegara). Pada dasarnya tujuan abstrak semua organisasi kemahasiswaan adalah membangun kesadaran mahasiswa lewat proses pematangan dalam organisasi. Majunya kesadaran mahasiswa akan kekelompokannya menentukan sifat organisasi yang diikutinya. Sifat organisasi harus dinamis dan hal tersebut bergantung pada anggotanya, maka perlu penegasan bahwa organisasi itu adalah sekedar alat bukan tujuan!




Dipost Oleh : Adaftasi Of Rudini Mulya_Industrial Engineer 

FT UMB/06/07/2012.XVGD



Tidak ada komentar:

Posting Komentar