SEJARAH IMTI UMB
IKATAN MAHASISWA TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
Sebelum berbicara sejarah IMTI UMB mari
kita definisikan arti sejarah itu sendiri. Sejarah dapat diartikan sebagai
pelajaran dan pengetahuan tentang perjalanan masa lampau manusia, mengenai apa
yang dikerjakan, dikatakan dan dipikirkan oleh manusia pada masa lampau, untuk
menjadi cerminan dan pedoman berupa pelajaran, peringatan, kebenaran bagi masa
kini dan mendatang untuk mengukuhkan hati manusia. Jadi sejarah itu sendiri
harus dilihat dari sejarah dinamika pemikiran yang kemudian diambil arah nilai
sejarah yang kita inginkan dan bukan romantisasi cerita-cerita heroik berbau
senioritas yang memang pada kenyataannya dikonsumsi sebagian besar orang IMTI
sendiri.
Dapat kita akui dinamika pemikiran di
IMTI belum terlihat sama sekali, hal ini bisa dilihat dari indikasi lemahnya
sensitifitas dan kritisisme IMTI dalam merespons masalah-masalah kemahasiswaan
dan bangsa. Walau dalam lintas sejarah IMTI dapat digolongkan sebagai
organisasi yang baru. IMTI berdiri dan tumbuh hanya sebagai alat arogansi
mahasiswa teknik industri. Memang IMTI dalam berkegiatan selalu eksis tapi
entitas sebagai organisasi kemahasiswaan tidak jelas. Akhirnya IMTI sebagai
sebuah organisasi kemahasiswaan yang seharusnya mengedepankan intelektualitas
dan pengabdian kepada masyarakat hanya akan menjadi sebuah event organizing
saja yang kerjaannya hanya membentuk OC-OC kegiatan.
Walaupun demikian, sejelek-jeleknya
IMTI, Ia tidak akan lepas dari kehidupan kemahasiswaan kita. Penulis yakin ada
nilai dalam setiap rentang sejarah IMTI yang dapat menjadi bahan settingan gerakan kedepan.
- Perjalanan
Kepengurusan
IMTI UMB berdiri pada tanggal 21
September 2000 dengan tujuan awal sebagai wadah aspirasi mahasiswa teknik
industri sekaligus sebagai upaya memepertinggi derajat mahasiswa teknik
industri di FTI khususnya di UMB pada umumnya. Ketuanya yang pertama adalah
Wahyu Hidayat (industrian’00). Pada masa berdirinya, IMTI lebih banyak
melakukan pembenahan ke dalam, baik secara material maupun spiritual.
Sebagaimana layaknya suatu organisasi, berbagai materi organisasi seperti
peralatan IMTI, lambang IMTI, kop surat, dan beberapa hal yang bersifat psikis
yang menyangkut mental anggota IMTI.
Kader pertama ini memang terlihat vokal
dalam setiap diskusi-diskusi sehingga posisi IMTI sangat dipehitungkan dalam
dunia kemahasiswaan KMGM FTI. Namun kepemimpinan Wahyu Hidayat berlangsung
beberapa bulan saja sampai beralih kepada Marlon Brando (industrian’00)
sehingga terkesan tidak adanya keseriusan dalam mengelola organisasi. Banyak
orang IMTI mengatakan faktor penghambat utamanya adalah jumlah anggota yang
sedikit (hanya satu angkatan).
Pada kepemimpinan Marlon Brando, IMTI
memperlihatkan jati dirinya sebagai organisasi terbukti dengan adanya
kepengurusan yang tetap, pembenahan IMTI mulai berjalan serius dan adanya
kegiatan kemahasiswaan. Hal ini didukung dengan adanya kader baru IMTI
(industrian’01). Adapun kegiatan IMTI waktu itu adalah Forum Keakraban,
meskipun disebut sebagai forum tapi belum terlihat suasana intelektualitas
didalamnya. Suasana intelektualitas hanya berlangsung dan digunakan untuk
kegiatan politik kampus saja, seperti debat kandidat dan lobying politik IMTI.
Baru pada kepengurusan Doni Romdoni
(industrian’01) IMTI merintis beberapa kegiatan, dan terlahirnya peraturan
berbentuk AD/ART, Namun AD/ART hanya dijadikan sebagai legalitas organisasi
saja tidak ditafsirkan sebagai landasan gerakan IMTI. Walaupun demikian, masa
ini sering dijadikan acuan bagi kepengurusan-kepengurusan berikutnya. Hal ini
dikarenakan adanya sistematika dan konsistensi dalam berkegiatan. Konsolidasi
eksternal intra kampus yang dilakukan IMTI pada masa ini, ini didukung oleh
figure pemimpin yang dikenal sebagai aktivis kampus oleh seluruh mahasiswa UMB.
Fase kepengurusan ke-4 dipimpin oleh
Solehudin (industrian’01) seorang aktivis mesjid, pada masa ini IMTI terlihat
vakum (dinilai oleh sebagian besar orang IMTI), tapi kajian-kajian intelektual
keislaman banyak dilakukan bersama Rohis BEM FTI, kegiatan-kegiatan bidang
rohani banyak dilakukan, bahkan mampu membuat Forum Keakraban (Fokerti) yang
semula terkesan sbg ajang hura-hura menjadi forum diskusi ke-IMTI-an. Pada masa
ini kader-kader IMTI menyebar untuk berperan aktif di organisasi-organisasi
intra-universiter, seperti BEM UMB, DPM FTI, dan BEM FTI.
Selanjutnya IMTI dipimpin oleh Januar
Pribadi (industrian’02) seorang aktivis gerakan, sesuai dengan karakter
pimpinan kegiatan di IMTI bersifat jor-joran karena memang misinya ingin
membuat IMTI eksis di UMB bahkan di luar UMB. Kajian-kajian ilmiah banyak dilupakan
dikepengurusan ini kecuali di Fokerti yang sedikit mempunyai kualitas, yaitu
pendidikan emosional ke-IMTI-an lebih diperbanyak.
Banyak sekali keberhasilan yang diraih
IMTI di kepengurusan ini jika dilihat dari segi kegiatan, misal:
kegiatan-kegiatan secara kuantitatif lebih besar dari sebelumnya, terbukanya
jalinan kerjasama dengan berbagai kampus yang tergabung di PMTI bahkan ketika
masuk langsung dipercaya sebagai Korwil Jakbar, dan adanya pembenahan dan
pembentukan aturan-aturan kegiatan. Hal ini tak lepas dari faktor wibawa
pimpinan, loyalitas dan semangat anggota kepengurusan (industrian’03), dan yang
lebih utama adalah kesolidan antar pengurus.
Kalau tidak demikian kepengurusan
sangat rentan terhadap kehancuran karena dalam pengurusan sangat terlihat jelas
hirarki senioritas yang mana sebagian besar anggota pengurus yang memegang
peranan adalah angkatan 2003, sehingga ada kemungkinan akan timbul
pemberontakan. Karakter pimpinan yang seorang aktifis gerakan sangat tidak
disukai oleh para pendahulunya ditambah lagi gaya kepemimpinannya yang bersifat
instruksional.
Pada fase ini kader IMTI mulai menyebar
ke organisasi gerakan ekstra-universiter, suatu organisasi yang dianggap tabu
oleh sebagian besar kader IMTI.
Pada tahun 2005 ketika IMTI memiliki alumni,
IMTI dipimpin oleh Rizka Kumara (industrian’03). Sampai tulisan ini dibuat (3
bulan masa kepengurusan) belum terlihat kejelasan pergerakan IMTI, kegiatan
berlangsung bersifat responsif. Padahal banyak yang memperkirakan pada
kepengurusan ini IMTI akan mencapai masa keemasan, karena banyak sekali kader
IMTI yang berjiwa intelek menempati posisi strategis di KMGM UMB; seperti BEM
UMB, DPM FTI, dan BEM FTI, yang akan mempermudah langkah IMTI kedepan ditambah
lagi background organisasi ketua IMTI yang dinilai berpengalaman di organisasi
kajian maupun organisasi kehobian dan anggota pengurus (industrian’04) yang
selalu pro-aktif dalam setiap kegiatan-kegiatan kampus.
Dalam setiap kebijakan IMTI; pada
setiap pergantian pimpinan, selalu berubah-ubah bahkan terkadang jauh dari
khitahnya sebagai organisasi kemahasiswaan yang berasaskan Tridharma PT. Tidak
jelas arah yang dituju, kata "Mahasiswa" dalam IMTI yang seharusnya
menjadi problem solver, ternyata hanya jadi pemanis himpunan saja. Sekarang
bagaimana IMTI benar-benar sebagai organisasi kemahasiswan yang komit
mengedepankan semangat edukasi dan intelektualisme? Berhadapan dengan hal ini
sepertinya sebuah angan-angan ditengah kondisi mahasiswa yang terkontaminasi
hedonisme. Namun begitu, kita masih menyimpan sedikit harapan. Harapan itu
terletak dalam semangat dan kesadaran kritik-diri yang masih bisa kita temukan
pada sebagian kader IMTI. Kritik diri inilah yang akan senantiasa menjadikan
IMTI bisa mengkoreksi kekeliruan yang telah di torehkannya dalam catatan
sejarah. Kita dituntut untuk merumuskan strategi langkah IMTI kedepan atau IMTI
hanya akan menjadi alat arogansi para industrian, jadi ruang kosong, dan jadi
alat dekanat dan politik kampus.
-
Strategi IMTI
Kedepan
IMTI harus melakukan pembaharuan dan
reinterpretasi ulang siapa dirinya dan apa tujuannya. IMTI juga sebagai bagian
dari organisasi kemahasiswaan harus konsisten dalam kegiatan pengembangan
kemahasiswaan secara bidang ilmu, psikis, maupun spiritual anggotanya, komit
terhadap kebenaran, dan memposisikan diri sebagai bagian dari masyarakat.
Memposisikan diri sebagai bagian dari
masyarakat, artinya IMTI; yang didalamnya adalah mahasiswa yang merupakan
bagian dari masyarakat, tidak bersikap elitis yaitu hanya berkiprah dalam
kehidupan mahasiswa saja tapi harus berkiprah dalam kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara. Hal ini dapat diwujudkan dengan melakukan pergerakan baik
secara kultural maupun struktural.
Yang dimaksud pergerakan kultural
adalah pemanfaatan keahlian yang dimiliki mahasiswa teknik industri untuk
kepentingan masyarakat. Penyadaran
pemahaman tentang kebutuhan untuk mengaplikasikan disiplin ilmu kepada
masyarakat merupakan sesuatu hal yang sangat penting dilaksanakan. Pelaksanaan
kaidah keprofesian berdasarkan kompetensi manajerial kita dapat menghidupkan
kemahasiswaan dan dapat menjadi alternatif solusi permasalahan masyarakat.
Sedangkan pergerakan
struktural dapat diartikan sebagai penyikapan isu nasional yaitu upaya
advokasi kepentingan masyarakat menyangkut kebijakan pemerintah yang merugikan
kepentingan masyarakat. Dalam konteks lembaga himpunan hanya sebatas pewacanaan dan pembahasan untuk menghasilkan
solusi-solusi konkret dan cerdas, sehingga tidak sebatas aksi turun ke jalan,
tetapi dengan pemaparan konsep solusi yang jelas juga. Hal ini diperlukan
sebagai sebuah upaya pengembangan pemikiran keindustrian karena pada dasarnya
kebijakan pemerintah sangat berdampak pada setiap lini di dunia industri,
selain itu sudah seharusnya bagi mahasiswa; sebagai social control, untuk selalu
membela kepentingan masyarakat karena kita tidak akan lepas dari kehidupan
masyarakat.
Fenomena yang kita saksikan sekarang
adalah mengakarnya budaya hedonisme dikalangan mahasiswa dan pergolakan
pemikiran yang selalu mandeg ketika bertemu paham senioritas. Formulasi konkret
untuk memecahkan masalah ini adalah pengkaderan. Pengkaderan merupakan urat
nadi organisasi. Inilah yang selama ini belum dilaksanakan dalam memenuhi
fungsinya menyiapkan SDM berkualitas. Pengkaderan sering dialihkan kepihak lain
yang selama ini menggunakan konsep pengkaderan ala tong kosong. Yang penting
vokal dalam berbicara.
Selain masalah pengkaderan, IMTI harus
merumuskan program jangka panjang tiga tahunan agar tidak terjadi
perubahan-perubahan kebijakan dari kepengurusan. Sehingga pembangunan
organisasi dapat dilakukan secara bertahap.
IMTI dapat berubah jika ada kesadaran,
bukan instruksi dan restu senior. Jadi jangan berharap IMTI akan berubah kalau
tanpa kesadaran kolektif dari kadernya.
Mahasiswa Teknik
Industri Yang Pernah Menjabat Sebagai Ketua IMTI _ FT UMB :
- Wahyu hidayat ( Industri 2000 )
- Marlon brando ( Industri 2000 )
- Doni Romdoni ( Industri 2001 )
- Solehudin ( Industri 2001 )
- Januar Pribadi ( Industri 2002 )
- Rizka Kumara ( Industri 2003 )
- Riko ( Industri 2004 )
- Purwo Wahyu Baskoro ( Industri 2005
)
- Suhairi ( Industri 2006 )
- Heri Nurmansyah ( Industri 2007 )
- Adnan Kasogi ( Industri 2008 )
- Ahmad Matthuri ( Industri 2009 )
- Rudini Mulya Daulay ( Industri 2010)
Media Parthers :
Reporter : Rudini Mulya_[41610010035]/Industrial Engineer - FT UMB 03/09/2012.docx.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar